Belajar Balapan motgp slide
Semahir-mahir tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Peribahasa ini juga cocok dilekatkan pada biker yang setiap hari berkendara di jalan umum. Suatu saat, baik karena kelalaian sendiri, orang lain, faktor cuaca, atau kondisi jalan, biker berpotensi mengalami kecelakaan di jalan, meski kadarnya berbeda-beda.
Bisa dibilang, tidak ada satupun yang ingin jatuh dari sepeda motor. Namun, di jalan raya, segala tragedi mungkin saja bisa terjadi, dan mengantisipasi kemungkinan buruk itulah yang harus dipelajari.
Cedera sulit dihindari saat jatuh dari sepeda motor, tapi paling tidak tingkat keparahannya bisa direduksi. Instruktur Safety Riding Astra Honda Motor (AHM) berbagi tips kala menghadapi kondisi tersebut.
Pertama, ketika sudah menyadari kita akan terjatuh, ihklaskan sepeda motor. Pisahkan diri dari tunggangan, sehingga tubuh tidak tertiban kendaraan atau terjepit sehingga memperparah cedera.
“Lepaskan saja sepeda motornya, pisahkan diri. Ini bisa memperkecil cedera yang dialami pengendara sepeda motor,”
Hendrik melanjutkan, usahakan punggung jadi bagian tubuh yang pertama kali berbentuan dengan permukaan jalan. Jadi tidak dalam posisi tengkurap.
“Bagaimanapun kondisinya usahakan punggung terlebih dahulu. Karena resiko cedera tulang punggung lebih kecil dibanding rusuk dada. Teknik jatuh ini juga digunakan oleh para pebalap MotoGP. Makanya mereka cenderung cedera tulang punggung,”
Kemudian yang ketiga, tutur Hendrik, terkait dengan kebiasaan berkendara. Di mana khususnya untuk motor kopling dengan posisi persneling yang dicongkel. Pastikan posisi kaki jangan lupa untuk dikembalikan di posisi normal (di atas foot step dan tuas perseneling), sehingga tidak menyangkut di bawah.
“Karena saat kecelakaan, posisi kaki ini akan berpotensi membuat kaki tersangkut, sehingga sulit melepas diri dari sepeda motor. Ini akan sangat berbahaya,”
“Terakhir, jangan lupa untuk berdoa dan berhati-hati penuh, ketika berkendara agar kecelakaan bisa terhindari,”
Mengendarai motor sebetulnya mirip seperti mengendarai sepeda lho, 'cuma' beda nya motor bisa melaju lebih kencang dan oh ya kita tidak perlu mengayuh!
Kesamaan kedua nya adalah mampu melaju dengan posisi rebah bahkan sampai sangat miring ketika memasuki tikungan sehingga dapat di lalui dengan cepat tanpa terjatuh. Ini dimungkinkan karena ada :
Fake Forces, terjemahan bebasnya adalah dorongan tidak nyata. Saya artikan begitu karena ya memang terjadinya tidak melalui kontak fisik, itu hanyalah perasaan seperti seolah-olah terdorong :P. Konteksnya yang dimaksud Fake Forces adalah gaya sentrifugal, efek terdorong/terlempar menjauhi pusat putaran yang dirasakan akibat melakukan gerak melingkar.
Mesin motor menghasilkan tenaga untuk memutar roda sehingga diperoleh kecepatan yang dibutuhkan untuk menimbulkan gaya sentrifugal ketika motor memasuki tikungan. Kecepatan akan berbanding lurus dengan gaya sentrifugal yang di hasilkan. Diperlukan kemampuan dari rider untuk mengatur besaran gaya sentrifugal yang dibutuhkan dengan mengatur kecepatan motor. Kalau di sepeda, besarnya gaya sentrifugal yang dirasakan akan tergantung pada kekuatan betis kita masing-masing, hehe.
Menikung dengan rebah-rebah an akan berhasil jika Resultante dari Torsi yang timbul sama dengan nol, saling meniadakan satu sama lain. Kalau hal ini tidak didapat maka yang terjadi adalah menikung sambil tiduran atau ndelosor (low side) atau malah terpelanting ketika keluar tikungan (high side).
Torsi karena F harus sama dengan Torsi karena W, dengan demikian keduanya akan saling meniadakan sehingga kesetimbangan terjadi.
Contoh : pada hairpin sirkuit Mugello Italy di atas, kita bisa lihat bahwa nilai R cukup besar, sehingga rider perlu masuk tikungan dengan kecepatan lebih agar diperoleh sudut kemiringan yang cukup sehingga motor tetap mendapatkan traksi yang cukup dan mampu keluar tikungan dengan secepat-cepatnya.
Lain hal jika tikungan yang dihadapi adalah berbentuk "L" patah atau "S" rapat dengan memiliki jari-jari lintasan kecil, maka kecepatan yang diperlukan di tikungan tersebut tidak terlalu besar
Ini lah penjelasan efek dari penempatan chicane (S curve) setelah long straight di beberapa sirkuit berkarakter highspeed seperti Monza Italy. Dimana dengan pertimbangan keamanan, kecepatan para pembalap dapat dikurangi setelah sebelumnya di pacu sekencang-kencang nya.
Sebagai referensi, infografis dari motogp.com di bawah menggambarkan sudut kemiringan rata-rata yang dibutuhkan berdasarkan kelas motor
Dengan mengetahui referensi sudut kemiringan motor MotoGP adalah 64° di tikungan, dengan mengetahui jari-jari lintasan (R) tikungan menggunakan peta ber-skala, kalau senang berkutat dengan rumus di atas anda bisa mengetahui secara garis besar kecepatan yang diperlukan dalam mengeksekusi tikungan tersebut
SLIDE IT !
Beberapa rider gemar melakukan slide ketika akan mengeksekusi tikungan, motifnya adalah supaya didapat posisi motor yang lebih ideal untuk berakselerasi keluar dari tikungan tanpa spin, atau highside atau ndelosor. Menarik kalau kita melihat para rider saling berebut mengeksekusi tikungan paling cepat, ada yang ngepot-ngepot ada yang metodis cenderung mengutamakan racing line rapih dan mungkin ada yang cenderung bersabar #eh.
Era ngepot-ngepot di tikungan adalah hal yang sangat umum pada jamannya GP500 2 tak, bahkan menjadi keterampilan yang esensial pada saat itu. Mungkin belum afdhal sebagai pembalap GP kalau belum bisa menguasai cara sliding di tikungan :D. Garry McCoy menunjukkan keterampilannya tersebut berkali-kali dalam setiap aksi nya di trek, sehingga dijuluki The King of Slide pada saat itu.
Tapi sayang om McCoy tidak pernah juara dunia, menurut saya pribadi ia dijuluki King of Slide karena saat itu om Doohan sudah gantung helm pasca kecelakaan test di Jerez, dan sebetulnya banyak juga pembalap GP500 yang hobi ngepot. Hanya saja McCoy mampu beberapa kali naik podium dan menjuarai beberapa seri dengan. atraksi sliding nya yang menghibur dan sering dilakukan di setiap kesempatan. Mungkin om Doohan tidak sesering itu, sehingga beliau tidak sampai identik dengan King of Slide.
Sekarang di era 4 stroke relatif tidak banyak rider yang melakukan itu, kambing hitam nya adalah perangkat elektronik traksi kontrol yang bertugas mengurangi efek spin pada roda belakang. Bukan berarti tidak dapat dilakukan, cuma sepertinya lebih sulit. Yang saya ketahui hanya beberapa rider seperti Casey Stoner, Valentino Rossi, Marc Marquez masih terlihat sering melakukannya. V.Rossi sendiri adalah alumnus GP500 dimana ia masuk GP 500 di tahun 2001 sebagai newbie
Singkatnya, sliding adalah seni ketangkasan yang cara melakukannya bergantung pada kondisi tikungan yang di hadapi serta kemampuan alami rider yang bersangkutan. Naluri dan feeling berbicara, asalkan motornya manut dikendalikan ora ngeyelan. Namun apa yang terjadi di balik aksi sliding tersebut menurut saya juga tidak kalah menarik!.
Kemampuan "bermain-main" dengan Gaya sentrifugal sampai pada batas yang cuma bisa dirasakan oleh rider itu sendiri sehingga motor bisa sliding namun tidak high-side atau malah ndelosor akibat kehilangan front end itulah yang menarik. Betapa hukum alam bisa di manfaatkan dengan keterampilan yang di latih terus menerus.
Seperti pada kalkulasi di atas, rider bisa menikung rebahan dengan aman tanpa ndelosor dan highside ketika Resultante Gaya (forces) dan Torsi yang terjadi saling meniadakan. Nah ketika sliding berarti resultante antara Gaya Sentrifugal dengan Gaya gesek tidak sama dengan nol. Entah dengan cara memberi tekanan pada bagian depan atau mengatur throttle ketika meninggalkan tikungan, yang jelas rider mengontrol besar Gaya Sentrifugal yang diperlukan untuk 'mengalahkan' Gaya gesek dari aspal trek harus pas, tidak kurang tidak lebih
Location:
Kabupaten Jember, Jawa Timur, Indonesia
0 comments:
Post a Comment